Dirjen PPR: SBSN Memiliki Peran Penting Dalam Pembiayaan Infrastruktur

By Admin

nusakini.com--Direktur Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko (Dirjen PPR) Luky Alfirman menjelaskan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) memiliki peran penting sebagai salah satu sumber pembiayaan alternatif APBN, khususnya terkait pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L). 

Hal ini disampaikan Dirjen PPR pada Forum Kebijakan Tingkat Pimpinan Unit Eselon I K/L Terkait Pembiayaan Proyek Infrastruktur Melalui SBSN di Gedung Dhanapala, kantor pusat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jakarta, kemarin.

Penilaian dari Fitch yang menaikkan rating peringkat utang Indonesia baru-baru ini dinilai menjadi modal yang bagus bagi Pemerintah Indonesia untuk tahun 2018 terutama dalam strategi pembiayaan.   

“Baru saja kemarin Fitch, pelaku rating agency itu menaikkan lagi rating dari Indonesia saat ini satu not di atas investment grade. Ini menunjukkan kembali lagi kepercayaan investor terhadap soliditas baiknya Indonesia yang ujung-ujungnya nanti diharapkan juga kalau kita bicara tentang pembiayaan proyek utang, penerbitan surat utang negara maupun lewat SBSN, itu diharapkan juga akan mengakibatkan mendorong lebih rendahnya biaya yang perlu kita keluarkan atau makin rendahnya cost of funds. Mereka melihat, mereka menghargai, mereka me-recognized upaya-upaya reformasi yang telah kita jalankan bagaimana kita menjaga stabilitas makro, bagaimana kita menjalankan kebijakan baik fiskal, moneter, maupun sektor riil. Nah itu semua menjadi modal yang bagus buat kita untuk menghadapi tahun 2018, khususnya tadi dalam strategi pembiayaan kita seperti apa,” jelas Dirjen PPR.                       

Namun demikian, Dirjen PPR menilai masih banyak kendala yang dihadapi Pemerintah Indonesia, misalnya masih rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dan masih tingginya ketimpangan infrastruktur yang ada.   

“Kalau kita lihat misalnya dibidang SDM berbagai macam indikator misalnya PISA score (Programme for International Student Assessment ) kita atau misalnya index pembangunan Indonesia kita, harus diakui kita masih relatively rendah dibandingkan dengan negara peer countries kita atau negara tetangga kita. Kemudian khususnya hari ini kita bicara tentang infrastruktur. Berbagai survey menunjukkan bahwa gap infrastruktur ketimpangan infrastruktur kita juga masih cukup tinggi. Dua hal tersebut merupakan hal yang segera harus kita atasi,” tegasnya. 

Ia pun menjelaskan bahwa masih dibutuhkan pembiayaan dalam kebutuhan pembangunan infrastruktur. “Melihat kondisi APBN kita bagaimanapun juga saat ini sektor penerimaan ditengah masih tertekan ekonomi itu bagaimanapun juga sektor penerimaanpun terkena dampaknya. Sementara dari sisi belanja, kita banyak sekali belanja yang harus segera kita mulai, infrastruktur misalnya harus kita tangani segera. Nah disitulah akhirnya pemerintah masih mengambil kebijakan defisit. Defisit artinya kita membutuhkan pembiayaan,” jelasnya. 

Oleh karena itu, untuk mengisi defisit yang terjadi, Dirjen PPR melihat masih dibutuhkannya skema pembiayaan tambahan yang bersifat inovatif dan kreatif salah satunya dalam bentuk SBSN disamping pembiayaan konvensional yang telah ada saat ini. Alternatif pembiayaan tersebut tidak hanya digunakan untuk budget financing, namun juga diarahkan untuk pembiayaan proyek secara langsung. 

“Pembiayaan kita harapkan secara kreatif, secara inovatif. Nah salah satunya bentuknya, dulu kita hanya menerbitkan surat utang negara secara konvensional, sekarang kita sudah punya SBSN, Surat Berharga Syariah Negara. Lebih lanjut lagi, kita juga sekarang sudah punya lagi SBSN yang sifatnya project financing. Jadi berbasis proyek. Ini kerjasama bilateral antara kami, Kementerian Keuangan, Bappenas sebagai perencana, dengan para K/L tadi pemilik proyek tadi. Jadi pembiayaanpun saat ini kita tidak hanya digunakan untuk semata-mata budget financing membiayai pembiayaan kekurangan atau defisit tadi, tapi juga kita arahkan juga untuk membiayai proyek secara langsung,” pungkasnya. (p/ab)